CONTOH MAKALAH PLURALISME AGAMA SEBUAH TINJAUAN TEORITIS TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA | FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA STAI | TEORI PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang
            Agamaselama ini dianggap sebagai akar permasalahan dari semua pertikaian yangterjadi baik di tingkat lokal , regional bahkan internasional , seperti yangterjadi di Maluku , poso dan daerah-daerah lain di Nusantara , hal ini dikatakandipicu oleh ketegangan antar umat beragama. Seperti pula terjadi di Pelestina , Afghanistan , Chechnya , sertaPakistan.
Melihat pertikaian-pertikaiantersebut , para tokoh mengadakan suatu tindakan solutif sebagai pemecahannya ,diantaranya yaitu dengan menggelar dialog antar agama yang dimaksudkan untukmenyamakan persepsi antar umat beragama demi untuk terwujudnya persatuan dankesatuan yang dilandasi oleh Pancasila sebagaimana ditulis oleh Cak Nur dalamkata Pengantarnya untuk buku Islam Pluralis yang ditulis oleh Budhi MunawarRachman.
Konsekwensi dari dilangsungkannyadialog antar agama ini memiliki sedikitnya dua komitmen seperti yang dituliskan oleh Alwi Syihab dalam bukunya IslamInklusif , dan dua komitmen dari diadakannya dialog antar agama ini , yaitutoleransi dan Pluralisme. “Ada dua komitmen yangharus dipegang oleh pelaku dialog yang digarisbawahi oleh para ahli: Pertamaadalah toleransi dan kedua adalah pluralisme (Alwi Syihab , 2001: 41).”
            Fenomena tentang pluralisme agama sendiri ,yang beberapa waktu lalu kembali merebak dengan kelompok penganut Islam liberalsebagai agennya , sebenarnya bukan hal yang baru dalam frame problematikakeagamaan. Bila kita melakukan flash back kepada peristiwa yang pernah terjadi ,kita dapat mengetahui bahwa isu pluralisme agama ini pernah diusung oleh parasufistik yang terpengaruh oleh Helenisme melalui filsapat perenialismenya ,seperti Abu Yazid al-Bustami (w.875) , Al-Hallaj (w.922) , dan Ibnu al-‘Arabi(w.1240)..
            Dalamperenialisme dikenal dengan apa yang disebut dengan kebenaran dan keberadaan ,atau kenyataan. Kebenaran dapat diumpamakan dengan sebuah roda yang memilikibanyak jari-jari akan tetapi hanya bertumpu pada satu pusat , itulah kebenaranhakiki , kebenaran yang paling tinggi , hikmat yang abadi (philosopia perennis)atau hikmah al-khalidah apabila kita meminjam istilah Ibnu Khaldun.
            PemudaPersis sebagai Fityaanul-Qur’an dalam hal ini harus mempunyai sikap yang jelasdalam menanggapi setiap permasalahan yang berkembang di masyarakat , khususnyadalam fenomena pluralisme agama ini. Harus ada kajian yang serius dan mendalam sehinggapemuda Persis dapat memahami hakikat dari pluralisme tersebut , sehingga setiapbentuk sikap dapat dipertanggung jawabkan secara argumentatif.

B.Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari ditulisnya makalahini adalah:
  1. Untuk mengetahui akar-akar permasalahan yang berkaitan dengan wacana pluralisme dalam frame problematika hidup beragama.
  2. untuk memahami peran serta sikap pemuda PERSIS dalam menyikapi pluralisme agama.
  3. Untuk menjadi bahan kajian serta untuk menambah wawasan serta wacana berfikir , Pemuda Persatuan Islam dalam rangka Tazwid Fityaanil Qur’an (pembekalan bagi para pemuda Al-Qur’an)


BABII
PLURALISMEAGAMA
SEBUAHTINJAUAN TEORITIS TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA

A.Pluralisme , Sebuah Devinisi
            Secara etimologi , pluralisme dapat diartikan dengan keragaman , seperti dalam kata pluralisme politik , hal ini diartikandengan keragaman cara , bentuk , bahkan idiologi pergerakan dalam politik yangdiartikan dengan multi partai , sebagaimana tulisan Lathif Awalludin KetuaBidang Tarbiyah PP Pemuda Persis dalam Risalah No 11 , tahun 44 ,  Muharram 1428 H/ Pebruari 2007: “Termasuk di Indonesia , keragaman(pluralisme) politik sudah menjadi hal yang dapat diterima sejak awalkemerdekaan sampai sekarang.”.
            Dalamkonteks sosial , sebagaimana yang penulis kutip dari www. Islamlib.com edisi 10Desember 2007: ”Pluralisme dapatdiartikan sebagai sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapakelompok-kelompok yang menunjukan rasa saling hormat menghormati dan toleransisatu sama lain.”
            Adapundalam konteks keagamaan , pluralisme merupakan suatu gagasan dimanaditerapkannya prinsip kebebasan , persamaan dan keadilan sosial dalam ruanglingkup keyakinan beragaman sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Fu’ad Fanani ,Ketua Program Kajian Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM): “Prinsip kebebasan , persamaan dan keadilansosial mesti ditegakkan melalui sekat-sekat golongan agama , dan bahan keagamaan(www.Islamlib.com).

B.Konsep Ketuhanan dan Kenabian
            Dalam konsep ke- Tuhanan , orang-orang pluralis meyakini tentang adanyazat Yang Maha Tinggi , Yang Maha Esa , Yang Maha Kuasa.  ke-Maha segalaannya itu membuat Dia berada diluar batas kemampuan inderawi manusia untukdapat mengetahuinya , akan tetapi manusia dengan misterium treperendumnya merindukan akan penghambaan dirikepada-Nya , oleh karenanya manusia dengan segala kemampuannya mencoba untukmengetahui hakikat dari Tuhan dengan cara yang berbeda-beda , sesuai dengankultur dan kebudaan dimana ia tinggal akan tetapi pada hakikatnya Dia itu yangdiistilahkan dengan banyak nama dan panggilan adalah Dia Tuhan Yang Maha Esa ,maka dari itu Cak Nur menterjemahkan kalimat “laa ilaaha illallah” dengan tiada Tuhan Selain Tuhan itu sendiri.
            Dalamhal ini kita mengetahui adanya nama Allah bagi umat Islam , Allah (dengansedikit perbedaan pelafalan) dalam agama Nashrani , Yahweh dalam agama Yahudi ,Brahma dalam agama Hindu dan Budha dalam ajaran Budha , pada hakikatnya Tuhan-tuhanitu adalah satu , penamaan itu hanyalah dikarenakan perbedaan bahasa dan budayadari masing-masing pemeluk agama yang pertama-tama dalam masing-masing agamatersebut. Ibnu Arabi mengutip ucapan al-Junaidi bahwa warna air adalah warnabejana yang ditempatinya:”…Tidakdiragukan , bahwa pemilih objek penyembahan khusus itu adalah bodoh tentang itu ,karena penolakannya terhadap apa yang dipercayai orang lain tentang Allah jikaia mengetahui apa yang dikatakan oleh Al-Junaid , “warna air adalah warna bejanayang ditempatinya”. Ia akan memperkenalkan apa yang dipercayai setiap orangyang mempunyai kepercayaan dan mengakui Tuhan dalam setiap bentuk dan dalamsetiap kepercayaan.”
            Adapundalam hal kenabian , orang-orang pluralis memandang kenabian itu bukan sebagai anugerahdari Allah kepada manusia terpilih (mushtafa) ,akan tetapi kenabian itu adalah sebuah keniscayaan dalam hidup , nabi adalahorang yang kekuatan kognitifnya mencapai tingkatan akal aktif , yakni jibril ,Hakikat akal aktif itu sesungguhnya adalah batasan antara dimensi ketuhanan dankemanusiaan , sebagaimana ditegaskan oleh Ulil Abshar Abdalah dalam diskusibulanan Jaringan Islam Liberal , 5 Juli 2007. Dia juga mengutip pendapat Musabin Maimun seorang filusup Yahudi yang hidup sezaman dengan Ibnu Rusyd “bahwa puncak darikenabian itu adalah nabiMusa , setelah itu tidak ada lagi Nabi kecuali kenabian-kenabian minor. Dankenabian minor ini dalam pandangan Maimonedes (Musa Bin Maimun) ini bisadicapai oleh siapa saja.”(www. Islamlib.com).
            Senadadengan hal itu , Nurkholis Majid dalam menafsirkan QS. An-Nah ayat 36 mengatakanbahwa pengistilah nabi atau Rasul ini merupakan sesuatu yang sempit , karenacenderung bersifat linguistik , atau karena nabi yang diutus itu dari orangArab: “Sudah tentu karena Rasul itu daribahasa Arab , maka kita tidak berharap perkataan itu juga digunakan di kalanganummat yang tidak berbahasa Arab. Demikian juga perkataan Nabi adalah bahasaArab , jadi tidak digunakan di umat dari lain bahasa. Karena itu rasul yangdimaksudkan firman Allah itu bukanlah nama atau istilah harfiah , tetapifungsinya , yaitu tokoh pembawa atau pengajar kebenaran , boleh juga disebutorang bijaksana , atau para master dalam istilah mistisme.”   

C.Relativisme dan Perenialisme
            AlwiSyihab memandang bahwa Pluralisme tidak berangkat dari relativisme--suatu fahamyang dicetuskan pada abad ke 5 SM oleh seorang filusup yang bernamaprotagoras-- karena perbedaan pandangan antara orang-orang pluralisme dan orang-orangrelativisme mengenai kebenaran absolut (mutlak) , dalam relativisme tidakdikenal adanya istilah kebenaran mutlak sebagaimana yang diakui olehorang-orang pluralis , karena kebenaran itu ditentukan oleh pandangan hidup , polafikir seseorang atau masyarakat , sebagaimana dijelaskan oleh Alwi Syihab: “Orang-orang relativis memandang kebenaransebagai suatu yang relatif , artinya kebenaran itu ditentukan oleh pandanganhidup , serta kerangka berfikir seseorang atau masyarakat” (Alwi Syihab ,2001:92).
            Fahampluralisme , dapat dikatakan sebagai anak kandung dari filsapat perenialismeyang juga sama mengakui adanya kebenaran mutlak yang satu , satu kebenaran yangabsolut , satu kebenaran hakiki , satu hikmat yang abadi (al-hikmah al-khalidah/ philosophia perennis) yang ditanamkan dalamsetiap jiwa manusia yang menjadi “misteriumtreperendum” apabila kita meminjam istilah yang dipakai oleh Imanuel Khant.
            DalamIslam peristiwa penanaman itu dikenal dengan persaksian primordial antaramanusia dengan Allah , yang diabadikan dalam QS. Al-A’raf ayat 172: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengambil(persaksian) dari manusia dari punggung-punggung mereka keturunan mereka ,bukankah Aku ini adalah Tuhanmu , mereka menjawab: tentu , kami bersaksi bahwaKau adalah Tuhan kami...”(Q.S. Al-A’raf: 172)
Hal ini , walaupun terkubur jauh dibawah alam sadar manusia akan tetapi persaksian ini selamanya mempengaruhikehidupan manusia , yang dimanifestasikan dalam dorongan  manusia untuk menghambakan diri kepada sesuatuyang dianggapnya lebih tinggi dari materi yang serupa dengannya , yang berada diluar batas inderawi manusia untuk menuju kepada satu hikmat yang abadi. Sepertidikatakan oleh Nurkholis Majid dalam Kata Pengantar buku Islam Pluralis: “Karena perjanjian dan persaksian primordial(sebelum lahir) itu mengendap jauh sekali di bawah sadar masing-masing pribadimanusia , praktis tidak seorangpun menyadarinya. Namun sama halnya dengan semuapengalaman psikologis manusia , apalagi pengalaman spiritualnya , meski telahmengendap di bawah sadar , selamanya perjanjian dengan Tuhan itu akanmempengaruhi kehidupan kita…”

D.Inklusifitas dalam Beragama
            Segalabentuk ritus dan pengorbanan yang dilakukan manusia adalah dalam rangkamencapai kebenaran hakiki , walaupun dalam prakteknya berbeda , akan tetapimempunyai satu kesamaan tujuan , hal inilah yang dikatakan sufistik JalaludinRumi yang menjadi substansi , yang seyogyanya mendapatkan perhatian danpertimbangan secara mendalam , lebih dari upacara-upacara ritual yangdipandangnya hanya sebuah simbol saja: “Meskipunada bermacam-mcam , tujuannya adalah satu. Apakah anda tidak tahu bahwa adabanyak jalan menuju ka’bah?..oleh karena itu , apabila yang anda pertimbangkanadalah jalannya , maka sangatlah beraneka ragam dan sangat tidak terbatasjumlahnya; namun apabila yang anda pertimbangkan adalah tujuan , maka semuanyaterarah pada satu tujuan.”
            Gagasantentang pluralisme ini dapat dilihat secara jelas dari ucapan Jalaludin Rumi diatas , yaitu dengan mempersetankan jalan-jalan dan cara-cara apapun yangdilakukan oleh manusia dalam rangka menghambakan diri , apabila hal tersebutdilandasi kepasrahan (Islam) kepada Tuhan , maka hal itu termasuk jenispenghambaan yang sah , karena inti dari sebuah agama--sebagaimana dikatakan olehCak Nur--adalah adanya kepasrahan: “PerkataanIslam itu sendiri menurut perspektif Tradisional adalah tuntutan alami manusia ,sehingga agama yang sah tidak bisa tidak selain sikap pasrah itu , tidak adaagama tanpa sikap pasrah sebagaimana ditegaskan Al-Qur’an: “Sesungguhnya agamayang diakui disisi Allah adalah Islam (Kepasrahan).”(QS.Ali Imran: 85).
Selanjutnya ia pula mengatakanbahwa: keimanan adalah hal terpenting dalam beragama dan bukan simbol-simbol ,ritus-ritus serta istilah-istilah  keagamaan yang cenderung linguistik danferbalistik , karena eksternalisasi keimanan inilah yang sebenarnya menjadititik temu dari semua agama: “Sekalipunsemua agama pada intinya sama dan satu manifesto sosio-kultural , secarahistoris berbeda-beda. Al-Qur’an menghendaki agar fenomena lahiriah itu tidakmenghalangi usaha untuk menuju titik temu antara semuanya. Dan jika pun manusialinguistik dan verbal keyakinan keagamaan itu berbeda-beda dapat dipastikanbahwa eksternalisasi keimanan itu dalam dimensi sosial kemanusiaannya tentusama , karena menyangkut kerja nyata. (Cak Nur , 2001: 20)
            IbnuArabi dalam hal ini mengancam keras bagi orang-orang yang mengingkari keyakinanorang lain , karena dengan demikian ia telah kehilangan inklusifitas dalamberagama sehingga tidak akan menemukan kebenaran sejati yang diidam-idamkan ,oleh karena itu satu-satunya jalan adalah dengan bersifat inklusif dalammencermati keragaman keyakinan dalam keagamaan: “Maka berhati-hatilah agar anda tidak mengikatkan diri pada ajarantertentu dan mengingkari ajaran lain yang manapun , karena dengan demikian ituanda telah kehilangan kebaikan yang banyak ; sebenarnya anda akan  kehilangan pengetahuan yang benar tentang apaitu yang sebenarnya. Karena itu hendaklah anda menerima sepenuhnya semuabentuk-bentuk dan kepercayaan-kepercayaan , karena Allah terlalu besar untukdibatasi dalam satu ajaran tanpa ajaran lain Dia berkata: “Maka kemanapunengkau menghadap , maka disitulah wajah Allah.” Tanpa menyebutkan arah tertentumanapun.”

E.Kosmopolitanisme
            MenurutBudhy Munawwar bahwa sesuatu yang menghalangi inklusifitas seseorang dalamberagama adalah klaim-klaim tentang kebenaran agamany secara berlebihan dankecenderungan untuk menggunakan standar ganda dalam mengkomparasikan apa yangdiyakininya itu dengan keyakinan orang lain. Standar ganda yang dimaksud adalahideal- normatif untuk agamanya dan realistis-historis untuk agama orang lain.Maka dengan melepaskan hal-hal tersebut diatas seseorang akan mempunyai sikapketerbukaan beragama. Selain dari itu ia mengatakan pula bahwa inklusivitas(baca:pluralisme) adalah salah satu dari ciri tatanan masyarakat moderen: “Dengan melepaskan klaim-klaim kebenaran danpenyelamatan yang berlebihan , mengoreksi diri sendiri tentang standar gandayang sering kita pakai terhadap orang lain dan selanjutnya memperluas pandangainklusif orang teologi kita itu , agama-agama akan mempunyai peran penting dimasa depan , dalam membangun dasar spiritualismedari peradaban masyarakatkita.”.
Masyarakat moderen , adalahmasyarakat dimana teknologi sudah sangat berkembang pesat , sebagainanadiungkapkan oleh Henri Le febure: “Tingkatkemerdekaan yang tinggi akan dicapai hanya pada masyarakat dimana teknologitelah berkembang seluruh potensinya.”Dalam tatanan masyarakat sepertiinilah lahirnya faham kebebasan (liberalissme) --sebagai dasar daripluralisme--dikarenakan heterogenitas masyarakat yang mempunyai suatu bentukkeseragaman tapi mempunyai satu tujuan yang fragmatis mengharuskan setiap orangmengesampingkan segala sesuatu yang akan menghalangiya dalam kepentingan tersebut ,meskipun hal itu adalah termasuk sesuatu yang dianggap fundamental. Haltersebut diimbangi oleh sarana media informasi yang dapat membangun pola fikiryang sama diantara masyarakat. Izetbegovic mengatakan: “mesin menolong membentuk keseragaman lewat pendidikan dan media massa ,serta membutuhkan kerja sama atau kelompok-kelompok kerja banyak orang yangterorganisir dalam mekanisme yang sama (sebuah”kolektif”) dan diatur terpusat.”(Begovic , 1992:82).


BABIII
 WACANA PLURALISME KEAGAMAAN
“Danbarangsipaa mencari agama
selainAgama Islam , maka sekali-kali
tidaklahakan dierima (agama itu) daripadanya
dandia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.
(QS.Ali Imran: 85)”

A. Para Penganut Faham Interpretasi Bebas
            Satuhal yang menjadi ciri khas dari para pemikir Islam Liberal adalah merekamenafsirkan makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur’an secra bebas tanpamelihat kaidah-kaidah , tanpa memperhatikan asbaanuzzul dan dalam menafsirkanAl-Qur’an , dengan alasan dalam rangka membuka pintu ijtihad seluas-luasnya. Sepertidalam menafsirkan QS. Al-Baqarah ayat 115 oleh Ibnu Arabi. Mereka menafsirkanayat-ayat Al-Qur’an terpisah dari hadits Nabi SAW.    
            Maknakebebasan disini berarti bebas dalam berfikir tanpa dibatasi oleh sekat-sekatkaidah yang bakudigunakan di kalangan para ulama , karena dalam mentafsirkan sebuah keteranganmereka berangkat dari skeptisme dengan mempertanyakan bahkan meragukanketerangan tersebut terlebih dahulu. Maka penulis dalam hal ini berpendapatbahwa orang-orang liberal itu adalah penganut faham relativisme dalam halinterpretasi mereka dalam sebuah keterangan , karena keterangan agama dalam halini disamakan dengan keterangan-keterangan ilmiah lainnya yang tidak bersifatdogmatis , oleh karena itu metode yang mereka gunakanpun adalah metode pedekatanilmiah yang baku di kalangan para ilmuan antropologi-sosiologi , yaiturelativisme.
            Penulispandang ada kerancuan pola fikir dalam hal ini , karena dalam hal teologismereka menganut faham perenialisme , akan tetapi dalam mencermatiketerangan-keterangan agama mereka melakukan pendekatan seperti orang-orangrelativis.

B.Mereka Memisahkan Allah dari Rasul-Nya
            Seperti telah disinggung di atas , dalam menafsirkan ayat orang-orangliberalis cenderung untuk mengadakan pendekatan secara rasional (ra’yi) tanpaterlebih dahulu mencari keterangan dari ayat lain yang bersifat interpretatifatau hadits nabi yang mempunyai korelasi dalam menafsirkan , memberikanpengkhususan atau menguatkan keterangan tersebut.
            Sepertimenafsirkan kata “Islam” dalam ayat “Innaddiina‘inda llahil-islaam” dengan sikap pasrah secara mutlak , sedangkan Rasuldalam haditsnya yang diterima dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh imambukhari mengartikan iman dengan menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nyasedikitpun , mendirikan shalat , membayar zakat wajib , dan  melaksanakan shaum Ramadhan. Hal inimemberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan Islam disana bukanlahkepasrahan secara mutlak , akantetapi sudah mencakup sebuah nama dari satu agamatertentu dilihat dari syari’at-syari’atnya.
            Selaindari itu mereka menebarkan keragu-raguan tentang ke-Rasulan terakhir NabiMuhammad SAW , dan mengartikan kenabian sebagai suatu tingkatan intelektualtertentu , dan bukan anugerah dari Allah untuk hambanya yang terpilih.

C.Pemuda Persis dan Wacana Pluralisme Keagamaan
            Pluralisme sekarang telah menjadi trend di kalangan orang-orang yangmenamakan dirinya kaum intelektual , orang-orang yang berpegang pada keterangansyara serta tidak berkiblat kepada pemikirannya atau tidak sefaham dianggapsebagai kaum konserfatif atau fundamentalis.  
Persis dalam awal kelahirannyadikenal dengan harakatu at-tajdid (gerakan pembaharu) yang dimotori oleh parapendahulunya seperti A. Hasan , Muhammad Natsir , Isa Anshari dan lain-lain dalamhal ini harus mempunyai kontribusi kongkrit bagi umat dalam menyikapi setiappermasalahan yang muncul , utamanya permasalahan pluralisme ini.
            Massifitasdan progresifitas Pemuda Persis sebagai pemuda pembawa amanah Al-Qur’an dalammenjawab setiap tantangan harus terus ditingkatkan melalui kajian-kajian danpembahasan-pembahasan yang komprehensif mengenai ilmu-ilmu keislaman , sertameningkatkan kualitas , wawasan serta wacana berfikir sehingga dapat memahamifenomena-fenomena tersebut.
            DiMuhammadiyah terdapat satu komunitas intelektual yang menamakan dirinyaJaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) yang memandang agama dari sudutpandang rasionalisme , dalam hal ini Pemuda Persatuan Islam tidak harus merubahpandangan untuk menjadi seorang intelektual , akan  tetapi dengan melakukan dakwah secarasistematis dan terprogram; baik secara lisan di mimbar-mimbar dan podium-podiumatau tulisan di mesia massa , buku dan sebagainya , serta memposisikan dirisebagai seorang yang berakhlak Qur’ani maka dia secara otomatis adalah seorangintelektual dakwah , karena seorang intelek tidak mesti “nyeleneh”.  

BABIII
PENUTUP


A.Kesimpulan
            Dalammakalah singkat yang penulis susun ini dapat penulis ambil kesimpulan sebagaiberikut:
  1. Faham pluralisme adalah sebuah pengakuan akan hukum Tuhan yang menciptakan manusia yang tidak hanya terdiri dari satu kelompok , suku warna kulit dan agama saja dan dipandangnya sebagai sebuah realitas.
  2. Pluralisme menuntut adanya inklusifitas (keterbukaan) dalam menanggapi semua perbedaan antar umat beragama dan memandangnya sebagai sesuatu yang sah-sah saja selama didasari oleh sikap pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  3. Pemuda Persis dalam menanggapi segala fenomena keagamaan haruslah dibekali dengan kapasitas wacana dan keilmuan yang akan menghasilakan sebuah sikap yang agumentatif.

B.Saran-saran
1.     Hendaklah kita bisa mengembalikan mutiara yangtelah hilang di kalangan para pemuda Persatuan Islam , yaitu sikap kritisterhadap suatu fenomena dan permaslahan yang muncul.
2.     Hendaknya Pemuda Persis sebagai PemudaAl-Qur’an terus meningkatkan massifitas dan frogresifitasnya demi untuktegaknya ajaran Al-Qur’an itu.
3.     Hendaknya Pemuda Persis dalam hal pluralismekeagamaan ini mempunyai kontribusi kongkrit untuk memerikan penjelasan danpengertian kepada masyarakat.   

C.Rekomendasi
Adapun rekomendasi dari penulis dari makalah ini hendaknya kepadaPimpinan Daerah agar lebih dalam memberikan perhatian kepada para kadernyaterutama dalam memberikan ekal keilmuan dan pengetahuan tentang keislaman.
 


DAFTARPUSTAKA


Al-Qur’anul Kariim
Asy-Syirji , Abul ‘Abbas Zainuddin , at-Tajriidu ash-Shariih liahaaditsial-Jami’I ash-Shahih , Syirkah Nur Asia , TT
Izetbegovic , Alija Ali , Membangun Jalan Tengah , Islam Antara Timur danBarat , Mizan , Bandung , 1992
Madjid , Nurkhoplis , dkk , PassingOver , melintasi Batas Agama , PT Gramedia Pustaka Utama , Jakarta , 1998
Rachman , Budi Munawwar , Islam Pluralis , Wacana Kesetaraan Kaum Beriman , Sri Gunting , Jakarta 2004
Schoun Frithjaf , Islamdan Filsapat Perenial , Mizan , Bandung1995
Syihab , Alwi , Islam Inklusif , Menuju SikapTerbuka dalam Beragama , Mizan , Bandung ,2007

                              


 BIOGRAFI PENULIS





Anas Nasrulloh ,dilahirkan di Bandung tanggal 23 Juli 1985 dari pasangan A. Maman Rahman danIyah Rukmiah.
Menyelesaikan pendidikan dasar diSD Barengkok I Serang kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyyah PersatuanIslam Nomor 72 Padarincang. Setelah itu melanjutkan sekolah ke MadrasahMu’allimiin Nomor 84 Ciganitri , Bandungdan setelah itu mendalami bahasa Arab di Ma’had Al-Imarat Bandung , dan saat ini sedang menyelesaikanstudi S1-nya di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Tasikmalaya.
Saat ini ia aktif sebagai stafpengajar di Madrasah Tsanawiyyah Persatuan Islam Al-Muhajirin serta terlibatdalam kegiatan-kegiatan dakwah , serta dipecaya untuk menduduki jabatan sebagaiKetua Bidang Dakwah dan Pendidikan menggantikan Pimpinan Daerah PemudaPersatuan Islam Kota Tasikmalaya.


0 Response to "CONTOH MAKALAH PLURALISME AGAMA SEBUAH TINJAUAN TEORITIS TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA | FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA STAI | TEORI PENDIDIKAN"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel