MAKALAH PROFESIONALISME GURU DALAM TUGAS | TEORI PENDIDIKAN
MAKALAHPROFESIONALISMEGURU DALAM TUGAS
A. Latar Belakang
Guru sebagai tenaga profesional merupakan tekad pemerintah dan semua pihakdalam upaya menigkatkan mutu pendidikan di Indonesia , agar nantinya mutu SDMIndoensia mampu berdiri sejajar dengan lain di dunia. Sistem pendidikannasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan , peningkatanmutu serta relevansi dan efesiensi untuk menghadapi tantangan sesui dengantuntutan perubahan kehidupan lokal , nasional , da global sehingga perludilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana , terarah dan berkesinambunga.
(Aang Kusmawan , 2009) : PengesahanUndang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 menjadi penanda bahwa profesiguru tidak hanya sebatas pengabdian dengan jaminan kesejahteraan minim. Dengankeberadaan UU ini , guru adalah orang yang betul-betul profesional denganjaminan kesejahteraan memadai. Ini merupakan era baru dalam dunia keguruanIndonesia.
Dengan jaminan UU ini , terdekonstruksilahmakna profesionalisme guru yang dulunya tidak diminati menjadi profesi yangpaling diminati di antara profesi lainnya , seperti ditunjukkan dari hasil jajakpendapat yang dilakukan Litbang Kompas beberapa waktu lalu. Dari hasil jajakpendapat tersebut diketahui bahwa profesi guru menjadi profesi yang palingdiminati di antara profesi lain , seperti dokter dan wartawan. Jangkawaktu disahkannya Undang-Undang Guru dan Guru ini sangatlah lama. Dalam amatanpenulis , secara sederhana kondisi ini telah menimbulkan beberapa masalah dalamdinamika kehidupan guru yang tampaknya masih terkandung sampai sekarang ,termasuk ketika Undang-Undang Guru dan Guru telah disahkan pemerintah baru-baruini. Masalah tersebut adalah masalah kultural/tradisi , moral , dan struktural.Lima tahun pascapengesahan Undang-Undang Guru dan Guru merupakan masa transisimenuju profesionalisme guru seutuhnya. Oleh karena itu , dalam konteks menujuprofesionalisme guru seutuhnya tersebut , masalah-masalah di atas seyogianyadiposisikan sebagai sebuah tantangan yang harus segera dijawab.
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut di atas , selayaknya pemerintahmemfasilitasi terlaksananya pengembangan profesionalisme guru secaraberkelanjutan agar kompetensi guru sejalan dengan perkembangan ilmupengetahuan , teknologi dan seni.
Tujuan pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan memilikitujuan memelihara , meningkatkan , dan mengembangkan kopetensi guru secarberkelanjutan untuk mencapai standar profesi guru yang dipersyaratkan agarsejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan , teknologi , dan seni.
B. Jabatan Guru Sebagai Profesi
Umumnya siswa yang tergolong pintar dengan tingkat ekonomi orangtua yanglebih mapan memilih universitas non kependidikan yang berada di pulau Jawa.Pilihan mereka untuk kategori karir guru jatuh pada pilihan yang ke sekian.Maka akibatnya kualitas guru- guru secara umum cendrung biasa- biasa saja.Adalah suatu hikmah sejak lapangan kerja menjadi makin sulit dan menjadiPegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi idaman bagi sebagian siswa di universitas ,karena PNS sudah memberi iming- iming hidup enak , ada uang lauk- pauk dan uang TKD(Tunjangan Kesejahteraan Daerah) maka mereka yang belajar di Universitas nonkependidikan memutar haluan untuk menyerbu program akta kependidikan agar nantibisa melamar menjadi guru. Tentu saja hal ini menjadi hak pribadi setiap warganegara.
Kini guru-guru harus memiliki paradigma , bagaimana menjadi guru bermartabatdan profesional. Paradigma ini bisa dicapai kalau mereka mengembangkan diri.Mereka , misalnya , harus berpikir untuk memiliki kecerdasan berganda , karenakecerdasan berganda juga patut untuk dimiliki oleh guru- guru.
Adalah pilihan yang tidak bijak bila hanya anak didik saja yang diminta dandiusahakan untuk mengembangkan diri untuk memiliki kepintaran berganda. Sementaraguru- gurunya dibiarkan saja memiliki kepintaran tunggal atau tidak pintar samasekali sebagai seorang guru.
Untuk mengimplementasikan konsep kepintaran berganda tersebut bagi dirisendiri maka setiap guru perlu untuk memiliki sense of art- rasa seni , mengembangkankemampuan berbahasa lisan dan tulisan. Mereka perlu untuk melibatkan diri dalampergaulan , memiliki teman yang luas , mengikuti organisasi , dan melakukankoresponden.
Pengembangan kepintaran berganda lain nya adalah untuk bidang natural.Mereka harus memahami prinsip “go back to the nature” memiliki rasa peduli padaalam dan lingkungan. Mereka perlu untuk melakukan rekreasi dan merasakan betapaalam ciptaan Tuhan itu begitu indah dan menyegarkan. Kemudian setiap guru perluuntuk memiliki badan yang bugar , mereka perlu berolahraga untuk mengeluarkankeringat agar jantung dan paru- paru selalu sehat. Untuk melengkapi konsepkepintaran berganda untuk poin interpersonal yang lain , maka mereka perlumelakukan kontemplasi- merenungan tentang kelebihan dan kekurangan diri , danmengembangkan sikap- sikap positif. Kemudian mereka juga perlu mengembamgkankemampuan berlogika.
Setelah memahami konsep kepintaran berganda , maka mereka juga perlu untukmengembangkan karakter karakter positif- seperti karakter senang berfikirpositif. Tokoh pendidikan Indonesia , Ki Hajar Dewantoro , sudah mewarisi kitakonsep untuk memiliki kepintaran berganda , resepnya cukup sederhada yaitu: ingmadya mangun karso , ing ngarso sung tulodo , tutwuri handayani. Kalau sekarangbanyak ajakan datang agar guru perlu mengubah diri untuk menjadi guru yangbermartabat dan guru profesional , maka salah satu wujud untuk menjadi guru yangdemikian adalah melalui konsep pengembangan diri menjadi kaum pendidik dengankepintaran berganda
C. Pengembangan Inovasi Pembelajaran diSekolah
Seiring dengan diberlakukannyaKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) , guru tidak perlu lagi menjadi“pengkhutbah” yang terus berceramah dan menjejalkan bejibun teori kepada siswadidik. Sudah bukan zamannya lagi anak diperlakukan bagai“keranjang sampah” yang hanya sekadar menjadi penampung ilmu. Peserta didikperlu diperlakukan secara utuh dan holistik sebagai manusia-manusia pembelajaryang akan menyerap pengalaman sebanyak-banyaknya melalui proses pembelajaranyang menarik dan menyenangkan. Oleh karena itu , kelas perlu didesain sebagai“masyarakat mini” yang mampu memberikan gambaran bagaimana sang muridberinteraksi dengan sesamanya. Dengan kata lain , kelas harus mampu menjadi“magnet” yang mampu menyedot minat dan perhatian siswa didik untuk terusbelajar , bukan seperti penjara yang mengkrangkeng kebebasan mereka untukberpikir , berbicara , berpendapat , mengambil inisiatif , atau berinteraksi.
Ketikasang guru masuk kelas dan menutup pintu , di situlah sang guru akan menjadipusat perhatian berpasang-pasang mata siswa didiknya. Mulai model potonganrambut , busana yang dikenakan , hingga sepatu yang dipakai akan ditelanjangihabis oleh murid-muridnya. Belum lagi bagaimana gaya bicara sang guru , caranyaberjalan , atau kedisiplinannya dalam mengajar. Di mata sang murid , guruseolah-olah diposisikan sebagai pribadi perfect yang nihil cacat dan cela. Itujuga makna yang tersirat dalam akronim “digugu lan ditiru” (dipercaya danditeladani). Tidak heran kalau banyak kalangan yang berpendapat bahwa maraknyatindakan premanisme , korupsi , manipulasi , penyalahgunaan jabatan , pengingkaranmakna sumpah pejabat , jual-beli ijazah , dan semacamnya , gurulah yang pertamakali dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap maraknyaberbagai ulah anomali sosial semacam itu.
Lantas ,bagaimana? Haruskah guru ikut-ikutan bersikap permisif dan membiarkan anak-anaklarut dalam imaji amoral dan anomali sosial seperti yang mereka saksikan ditengah-tengah kehidupan masyarakat? Haruskah gambaran tentang citra koruptordan pembalak hutan yang hidup bebas dan lolos dari jeratan hukum itu kitabiarkan terus berkembang dalam imajinasi anak-anak bangsa negeri ini?Gampangnya kata , haruskah anak-anak kita biarkan bermimpi dan bercita-citamenjadi koruptor dan pembalak hutan?
Kalauproses pembelajaran berlangsung monoton dan seadanya; guru cenderung bergayaindoktrinatif dan dogmatis seperti orang berkhotbah , upaya penyemaiannilai-nilai luhur hakiki saya kira akan sulit berlangsung dalam kegiatanpembelajaran di kelas. Apalagi , kalau anak-anak hanya diperlakukan sebagaiobjek yang pasif , tidak diajak untuk berdialog dan berinteraksi. Maka ,kegagalan penyemaian nilai-nilai luhur kepada siswa didik hanya tinggalmenunggu waktu. Dalam konteks demikian , guru perlu mengambil langkah daninisiatif untuk mendesain proses pembelajaran yang aktif , inovatif , kreatif ,efektif , dan menyenangkan. Guru memiliki kebebasan untuk melakukannya di kelas.KTSP sangat leluasa memberikan kesempatan kepada guru untuk menerapkan berbagaigaya dan kreativitasnya dalam kegiatan pembelajaran.
Melaluikegiatan pembelajaran yang inovatif , atmosfer kelas tidak terpasung dalamsuasana yang kaku dan monoton. Para siswa didik perlu lebih banyak diajak untukberdiskusi , berinteraksi , dan berdialog sehingga mereka mampu mengkonstruksikonsep dan kaidah-kaidah keilmuan sendiri , bukan dengan cara dicekoki ataudiceramahi. Para murid juga perlu dibiasakan untuk berbeda pendapat sehinggamereka menjadi sosok yang cerdas dan kritis. Tentu saja , secara demokratis ,tanpa melupakan kaidah-kaidah keilmuan , sang guru perlu memberikanpenguatan-penguatan sehingga tidak terjadi salah konsep yang akan berbenturandengan nilai-nilai kebenaran itu sendiri.
Melalui suasana pembelajaran yang kondusifdengan memberikan kesempatan kepada siswa didik untuk bebas berpendapat danbercurah pikir , guru akan lebih mudah dalam menyemaikan nilai-nilai luhurhakiki. Dengan cara demikian , peran guru sebagai agen perubahandiharapkan bisa terimplementasikan dengan baik. Meskipun korupsi , manipulasi ,dan berbagai jenis “penyakit sosial” menyebar dan meruyak di tengah-tengahkehidupan masyarakat , melalui proses rekonstruksi konsep yang dibangunnya ,anak-anak bangsa negeri ini mudah-mudahan memiliki benteng moral yang tangguhdalam gendang nuraninya sehingga pantang untuk melakukan tindakan culas yangmerugikan bangsa dan negara.
D. Perubahan Pembelajaran
1. Guru :Upaya Mengelola Pembelajaran Berkualitas
Sesuaidengan Tridharma Perguruan Tinggi , Guru mempunyai tiga tugas utama yang sangatterkait satu dengan yang lain. Tugas pertama berkaitan dengan pendidikan danpengajaran , tugas kedua penelitian , dan tugas ketiga pengabdian kepadamasyarakat. Tampaknya , bagi sebagian besar Guru , tugas pertama merupakan tugasutama , meskipun tugas lain juga tidak dilupakan. Dari ketiga tugas tersebut ,yang menjadi fokus pada pembahasan ini adalah tugas pertama , yaitu pendidikandan pengajaran.
Secaraumum , masalah utama yang dihadapi Guru adalah:
a. Guru yang belum siap menghadapi berbagaiperubahan
b. keterbatasan akses pada materi mutakhir
c. keterbatasan wawasan dan keterampilanpembelajaran
Untukmenjalankan tugasnya sebagai pendidik , Guru seyogyanya melakukan banyak halseperti membuat perencanaan pembelajaran , melaksanakan pembelajaran , sertamenilai proses dan hasil belajar siswa. Sebagai persiapan mengajar Guru mungkinmelakukan banyak hal , namun yang pasti Guru akan menyiapkan materi yangakan diajarkannya. Penyiapan materi yang dianggap penting , seperti buku teksdan bahan lain , dilakukan Guru secara rutin. Ketika sudah berada di dalamkelas , sebagian Guru akan langsung mengajar dengan gayanya masing-masing; adayang menggunakan media dari yang seadanya sampai yang canggih , ada yang hanyamengandalkan kemampuan berbicara , serta masih ada yang mendiktekan catatankuliah. Di samping itu perlu pula dicatat bahwa dalam pembelajaran tertentusudah ada diskusi kelas atau diskusi kelompok yang intensif dan menantang sertadikelola dengan baik , atau demonstrasi suatu keterampilan. Tentu saja praktekseperti itu ditemukan di kelas-kelas yang dikelola oleh Guru yang punyakemampuan dan komitmen tinggi. Kenyataan ini menyiratkan bahwa dalammenjalankan tugasnya di bidang pendidikan dan pengajaran , di samping adanyaGuru yang sudah mampu mengelola pembelajaran dengan baik , masih ada Guru yangmempunyai masalah.
Dalam bidangpenguasaan materi , tampaknya juga masih ada kendala , meskipun sudah banyak Guruyang sangat menguasai materi. Kendala utama terletak pada kurangnya Gurumengakses materi yang mutakhir , serta kurangnya Guru berbagi pengalaman denganGuru bidang studi yang sama. Kekurangan itu mungkin terjadi karena terbatasnyakesempatan untuk melakukan hal tersebut atau memang kurangnya kemampuan dankemauan Guru. Selanjutnya , adanya kelas besar , tidak memungkinkan Guru untukmengenal siswa secara akrab , sehingga kadang-kadang Guru tidak peduli dengankebutuhan dan minat siswa yang beragam. Kondisi ini diperparah lagi denganmasih miskinnya kemampuan sebagian Guru untuk merancang kegiatan yang mampumeningkatkan motivasi siswa. Berpangkal dari sinilah mungkin muncul pertanyaan besar: “ Whyteachers keep teaching , while students stop learning?” Guru-Gurutertentu tidak menyadari bahwa siswa sudah bosan mendengarkan ceramah dan tidakmenaruh perhatian lagi pada materi yang diceramahkan. Siswa sudah tidak pedulidengan apa yang terjadi di kelas , dengan perkataan lain “belajar” tidak terjadilagi pada diri siswa , namun Guru seolah-olah tidak tahu.
Selanjutnya , berbagai pengamatan lapanganmenunjukkan bahwa perilaku mengajar sebagian Guru masih “tradisional” , yaitulebih berfokus kepada mengajar daripada membelajarkan. Masih ada Guru yangmenganggap bahwa ketika ia melakukan tugasnya di dalam kelas , ia harusmenyajikan materi (umumnya dalam bentuk ceramah) , dan tanpa itu , ia merasabelum mengajar. Mengajar masih diidentikkan dengan memberi informasi , sehinggayang terbentuk pada diri siswa adalah pengetahuan kognitif yang kedalamannyamasih diragukan. Pencapaian tujuan jangka panjang yang dicanangkan sepertikemampuan berpikir kritis dan kreatif , bekerja sama , kemampuan mandiri ,kebiasaan berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai kepatutan , hampirterabaikan. Dengan demikian , di beberapa kelas tradisi mengajar masih dominan ,sehingga interaksi yang berlangsung di dalam kelas lebih bersifat satu arah.Sementara itu , fokus kemampuan yang dibentuk lebih ke arah kemampuan kognitifrendah , sehingga kegiatan pembelajaran lebih terkesan sebagai “contenttransmission” daripada pengkajian yang berfokus pada kemampuan berpikirkritis dan kreatif. Potret mengajar masih kental , sedangkan kegiatanmembelajarkan masih terasa sangat kurang. Masih miskinnya sebagian Guru dengankhasanah strategi pembelajaran yang mendidik ,
Kesimpulan
Dalam manajemen sumberdaya manusia , menjadi profesional adalah tuntutan jabatan , pekerjaan ataupunprofesi. Ada satu hal penting yang menjadi aspek bagi sebuah profesi , yaitusikap profesional dan kualitas kerja. Profesional (dari bahasa Inggris) berartiahli , pakar , mumpuni dalam bidang yang digeluti.
Menjadi profesional , berarti menjadi ahli dalambidangnya. Dan seorang ahli , tentunya berkualitas dalam melaksanakanpekerjaannya. Akan tetapi tidak semua Ahli dapat menjadi berkualitas. Karenamenjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli , tetapi juga menyangkutpersoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber dayamanusia , menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti danintegritas yang dipadukan dengan skil atau keahliannya.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Abdul Madjid Latief , MM , M.Pd , Modul Kuliah , Manajemen Pendidikan , Prodi MAPUHAMKA 2010
http://mgmpbismp.co.cc/2009/04/20/inovasi-pembelajaran-dan-peran-guru-sebagai-agen-perubahan/
Harian Kompas , Juli 2009 , (Aang Kusmawan ,2009)
0 Response to "MAKALAH PROFESIONALISME GURU DALAM TUGAS | TEORI PENDIDIKAN"
Post a Comment