MATERI ILMU SOSIOLOGI TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER | TEORI PENDIDIKAN
Mengapa(Perlu) Pendidikan Karakter?
A. Pendahuluan
Pertanyaanyang selalu hadir dalam diri penulis makalah ini ketika berhadapan dengan artipenting pendidikan karakter: Mengapaperlu pendidikan karakter? Apakah ”karakter” dapat dididikkan? Karakter apayang perlu dididikkan? Bagaimana mendidikkan aspek-aspek karakter secaraefektif? Bagaimana mengukur keberhasilan sebuah pendidikan karakter? Siapa yangharus melakukan pendidikan karakter? Bagaimana hubungannnya dengan bidang studilainnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali diperkuat oleh kebijakanyang menjadikan pendidikan karakter sebagai ”program” pendidikan nasional diIndonesia terutama dalam Kementerian Pendidikan Nasional Kabinet IndonesiaBersatu II. ”Pendidikan karakter” bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional Indonesia.Namun , jagad pendidikan Indonesiakembali diramaikan dengan kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional yangmengusung pendidikan karakter lima tahun ke depan melalui Rencana StrategisKementerian Pendidikan Nasional 2010-2014. Masih kental di ingatan kalanganpendidikan kita di awal Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid , ketika ituMenteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaimin , berusaha menghidupkan pendidikanwatak dan budi pekerti – sebagai amanat Garis-garis Besar Haluan Negara 1999—terutama untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pemeo lama di dunia pendidikannasional Indonesia yang mengatakan bahwa “ganti menteri , maka ganti kurikulumatau ganti kebijakan ,” menyiratkan sedikitnya dua hal. Pertama , persoalanpendidikan akan selalu dikaitkan dengan arah politik atau kebijakan pendidikannasional , sehingga antara pendidikan dan politik selalu berhubungan sangatkuat. Kedua , ada penyederhanaan anggapan bahwa persoalan pendidikan seakan hanyasebatas masalah kurikuler atau urusan kurikulum lembaga pendidikan formal.
Secarakhusus , meskipun sebelum ada kebijakan Menteri Pendidikan Nasional tentangpendidikan karakter , namun keputusan Fakultas Ilmu Sosial dan EkonomiUniversitas Negeri Yogyakarta untuk menjadikan Pendidikan Karakter sebagaisebuah program kurikuler mulai tahun akademik 2009/2010 , merupakan langkahpenting untuk mengkaji ulang secara mendalam tentang pendidikan karakter itusendiri. Dari sini pula , pertanyaan lanjutannya: Apakah pendidikan karakter di FISE UNY sebuah keberanian kebijakanpendidikan fakulter yang akan terus berlanjut tanpa mengenal pergantianpimpinan fakultas? Pertanyaan ini patut dikemukakan , karena jangan sampaiterjadi , sebuah mata kuliah lahir karena sebuah kekuasaan tengah berlangsung.Pergantian kepemimpinan (fakultas atau pun universitas) jangan menjadi faktorutama penggantian atau penghapusan sebuah nomenklatur suatu mata kuliah.
Paparanmakalah ini menyajikan ulang secara ringkas beberapa aspek pendidikan karakter ,khususnya pendidikan karakter sebagai program kurikuler. Tujuan utama makalahini ialah agar diperoleh pemahaman (bahkan kesepahaman) tentang bagaimanapendidikan karakter itu dilakukan secara optimal di kampus FISE UNY.
B. Ragam Pendidikan Karakter
Ada beberapa penamaan nomenklaturuntuk merujuk kepada kajian pembentukan karakter peserta didik , tergantungkepada aspek penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah: PendidikanMoral , Pendidikan Nilai , Pendidikan Relijius , Pendidikan Budi Pekerti , danPendidikan Karakter itu sendiri. Masing-masing penamaan kadang-kadang digunakansecara saling bertukaran (inter-exchanging) , misal pendidikan karakterjuga merupakan pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu sendiri(Kirschenbaum , 2000). Sebagai kajian akademik , pendidikan karakter tentu sajaperlu memuat syarat-syarat keilmiahan akademik seperti dalam konten(isi) , pendekatan dan metode kajian. Di sejumlah negara maju , seperti AmerikaSerikat terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character EducationPartnership; International Center for Character Education). Pusat-pusat initelah mengembangkan model , konten , pendekatan dan instrumen evaluasi pendidikankarakter. Tokoh-tokoh yang sering dikenal dalam pengembangan pendidikan karakterantara lain Howard Kirschenbaum , Thomas Lickona , dan Berkowitz. Pendidikan karakter berkembang denganpendekatan kajian multidisipliner: psikologi , filsafat moral/etika , hukum ,sastra/humaniora.
Terminologi ”karakter” itu sendirisedikitnya memuat dua hal: values(nilai-nilai) dan kepribadian. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai apayang melekat dalam sebuah entitas. ”Karakter yang baik” pada gilirannya adalahsuatu penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu ,di luar persoalan apakah ”baik” sebagai sesuatu yang ”asli” ataukah sekadarkamuflase. Dari hal ini , maka kajian pendidikan karakter akan bersentuhandengan wilayah filsafat moral atau etika yang bersifat universal , sepertikejujuran. Pendidikan karakter sebagai pendidikan nilai menjadikan “upaya eksplisit mengajarkannilai-nilai , untuk membantu siswamengembangkan disposisi-disposisi guna bertindak dengan cara-cara yang pasti” (CurriculumCorporation , 2003: 33). Persoalan baik dan buruk , kebajikan-kebajikan , dankeutamaan-keutamaan menjadi aspek penting dalam pendidikan karakter semacamini.
Sebagai aspek kepribadian ,karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang:mentalitas , sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepatsebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama , sopan santun ,dan adat-istiadat , menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankankepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebutberkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifatkontekstual dan kultural.
Bagaimana pendidikan karakter yang ideal?Dari penjelasan sederhana di atas , pendidikan karakter hendaknya mencakup aspekpembentukan kepribadian yang memuat dimensi nilai-nilai kebajikan universal dankesadaran kultural di mana norma-norma kehidupan itu tumbuh dan berkembang. Ringkasnya ,pendidikan karakter mampu membuat kesadaran transendental individu mamputerejawantah dalam perilaku yang konstruktif berdasarkan konteks kehidupan dimana ia berada: Memiliki kesadaran global , namun mampu bertindak sesuai kontekslokal.
C. Perpektif Pendidikan Karakter
Pendidikankarakter sebagai sebuah program kurikuler telah dipraktekan di sejumlah negara.Studi J. Mark Halstead dan Monica J. Taylor (2000) menunjukkan bagaimana pembelajaran dan pengajarannilai-nilai sebagai cara membentuk karakter terpuji telah dikembangkan disekolah-sekolah di Inggris. Peran sekolah yang menonjol terhadap pembentukankarakter berdasarkan nilai-nilai tersebut ialah dalam dua hal yaitu:
tobuild on and supplement the values children have already begun to develop byoffering further exposure to a range of values that are current in society(such as equal opportunities and respect for diversity); and to help childrento reflect on , make sense of and apply their own developing values (Halstead dan Taylor , 2000: 169).
Untukmembangun dan melengkapi nilai-nilai yang telah dimiliki anak agarberkembang sebagaiamana nilai-nilaitersebut juga hidup dalam masyarakat , serta agar anak mampu merefleksikan ,peka , dan mampu menerapkan nilai-nilai tersebut , maka pendidikan karakter tidakbisa berjalan sendirian. Dalam kasus di Inggris , review penelitian tentangpengajaran nilai-nilai selama dekade 1990-an memperlihatkan bahwa pendidikankarakter yang diusung dengan kajian nilai-nilai dilakukan dengan program lintaskurikulum. Halstead dan Taylor (2000: 170-173) menemukan bahwa nilai-nilai yangdiajarkan tersebut juga disajikan dalam pembelajaran Citizenship; Personal , Socialand Health Education (PSHE); dan mata pelajaran lainnya seperti Sejarah ,Bahasa Inggris , Matematika , Ilmu Alam dan Geografi , Desain dan Teknologi , sertaPendidikan Jasmani dan Olahraga.
”Karakter warga negara yang baik” merupakantujuan universal yang ingin dicapai dari pendidikan kewarganegaraan dinegara-negara manapun di dunia. Meskipun terdapat ragam nomenklatur pendidikankewarganegaraan di sejumlah negara (Kerr , 1999; Cholisin , 2004; Samsuri , 2004 ,2009) menunjukkan bahwa pembentukan karakter warga negara yang baik tidak bisadilepaskan dari kajian pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Sebagai contoh ,di Kanada pembentukan karakter warga negara yang baik melalui pendidikankewarganegaraan diserahkan kepada pemerintah negara-negara bagian. Di negarabagian Alberta (Kanada) kementerian pendidikannya telah memberlakukan kebijakan pendidikankarakter bersama-sama pendidikan karakter melalui implementasi dokumen The Heart of the Matter: Character andCitizenship Education in Alberta Schools (2005). Dalam konteks Indonesia , diera Orde Baru pembentukan karakter warga negara nampak ditekankan kepada matapelajaran seperti Pendidikan Moral Pancasila (PMP) maupun Pendidikan Pancasiladan Kewarganegaraan (PPKn) bahkan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).Di era pasca-Orde Baru , kebijakan pendidikan karakter pun ada upaya untuk”menitipkannya” melalui Pendidikan Kewarganegaraan di samping Pendidikan Agama.
Persoalannya apakah nilai-nilai pembangunkarakter yang diajarkan dalam setiap mata pelajaran harus bersifat ekplisitataukah implisit saja? Temuan Halstead dan Taylor (2000) pun menampakkan perdebatanterhadap klaim-klaim implementasi pengajaran nilai-nilai moral dalam KurikulumNasional di Inggris (terutama di era Pemerintahan Tony Blair). Klaim-klaimtersebut antara lain menyatakan pentingnya:
· Sejarah sebagai sebuahalat untuk membantuk siswa mengembangkan toleransi atau komitmen rasionalterhadap nilai-nilai demokratis.
· BahasaInggris sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan kemandirian danmenghormati orang lain
· PengajaranBahasa Modern untuk menjamin kebenaran dan integritas personal dalam berkomunikasi
· Matematika sebagai alatuntuk membantu siswa mengembangkan tanggung jawab sosial
· IlmuAlam dan Geografi sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkansikap-sikap tertentu terhadap lingkungan
· Desaindan Teknologi sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan nilai-nilaimultikultural dan anti-rasis
· EkspresiSeni sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkan kualitas fundamental kemanusiaandan tanggapan spiritual terhadap kehidupan
· PendidikanJasmani dan Olah Raga sebagai alat untuk membantu siswa mengembangkankerjasama dan karakter bermutu lainnya (diadaptasikan dari Halstead dan Taylor ,2000: 173).
Paparan tersebutmemperkuat alasan bahwa pendidikan karakter merupakan program aksi lintaskurikulum. Dengan demikian , pendidikan karakter dapat diselenggarakan sebagaiprogram kurikuler yang berdiri sendiri (separatedsubject) dan lintas kurikuler (integratedsubject). Namun , pendidikankarakter juga dapat dilaksanakan semata-mata sebagai bagian dari programekstra-kurikuler seperti dalam kegiatan kepanduan , layanan masyarakat (community service) , maupun program civic voluntary dalam tindakaninsidental seperti relawan dalam mitigasi bencana alam.
Pendidikankarakter sebagai sebuah program kurikuler dapat didekati dari perspektifprogramatik maupun teoritis.
a. Perspektif programatik
1. Habit versusReasoning. Beberapa perspektif menekankan kepada pengembangan penalaran danrefleksi moral seseorang , perspektif lainnya menekankan kepada mempraktikanperilaku kebajikan hingga menjadi kebiasaan (habitual). Adapula yang melihatkeduanya sebagai hal penting.
2. ”Hard” versus ”Soft”virtues. Pertanyaan-pertanyaan: apakah disiplin diri , kesetiaan (loyalitas)sungguh-sungguh penting? atau , apakah kepedulian , pengorbanan , persahabatansangat penting? Kecenderungannya untuk menjawab YA untuk kedua pertanyaantersebut.
3. Focus on theindividual versus on the environment or community. Apakah karakter yangtersimpan pada individu ataukah karakter yang tersimpan dalam norma-norma danpola-pola kelompok atau konteks? Jawabnya , memilih kedua-duanya (Schaps &Williams , 1999 dalam Williams , 2000: 35).
b.Perspektif Teoritis
1. Community of care (Watson)
2. constructivist approach to sociomoraldevelopment (DeVries)
3. child development perspectives (Berkowitz)
4. eclectic approach (Lickona)
5. traditional perspective (Ryan) (theNational Commission on Character Education dalam Williams , 2000: 36)
D. Instrumen EfektivitasPendidikan Karakter
CharacterEducation Partnership (2003) telah mengembangkan standar mutu PendidikanKarakter sebagai alat evaluasi diri terutama bagi lembaga (sekolah/kampus) itusendiri. Instrumen berupa skala Likert(0 – 4) dengan memuat 11 prinsip sebagai berikut:
1. Effective character education promotes core ethicalvalues as the basis of good character.
2. Effective character education defines “character”comprehensively to include thinking , feeling and behavior.
3. Effective character education uses a comprehensive ,intentional , and proactive approach to character development.
4. Effective character education creates a caring schoolcommunity.
5. Effective character education provides students withopportunities for moral action.
6. Effective character education includes a meaningful andchallenging academic curriculum that respects all learners , develops theircharacter , and helps them succeed.
7. Effective character education strives to develop students’self-motivation.
8. Effective character education engages the school staffas a learning and moral community that shares responsibility for character education and attempts to adhere to the same core values that guide the education ofstudents.
9. Effective character education fosters shared moralleadership and long-range support of the character education initiative.
10. Effective character education engages families andcommunity members as partners in the character-building effort.
11. Effective character education assesses the character ofthe school , the school staff’s functioning as character educators , and theextent to which students manifest good character. (Character EducationPartnership , 2003:5-15)
Jikake-11 prinsip tersebut diadaptasikan sebagai cara mengukur efektivitas pendidikan karakter di FISE UNY , makapendidikan karakter di FISE UNY telah diupayakan untuk:
1. mempromosikan inti nilai-nilai etis sebagai dasar karakter yangbaik (nilai-nilai etis yang pokok dapat berasal dari ajaran agama , kearifanlokal , maupun falsafah bangsa).
2. mengartikan “karakter” secara utuh termasuk pemikiran , perasaan danperilaku (cipta , rasa , karsa dan karya dalam slogan pendidikan di UNY).
3. menggunakan pendekatan yang komprehensif , bertujuan dan proaktifuntuk perkembangan karakter.
4. menciptakan suatukepedulian pada masyarakat kampus.
5. memberikan paramahasiswa peluang untuk melakukan tindakan moral.
6. memasukkan kurikulumakademik yang bermakna dan menantang dengan menghormati semua peserta didik ,mengembangkan kepribadiannya , dan membantu mereka berhasil.
7. mendorong pengembanganmotivasi diri mahasiswa.
8. melibatkan staf/karyawankampus sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggungjawabuntuk pendidikan karakter serta berupaya untuk mengikuti nilai-nilai inti yangsama yang memandu pendidikan para mahasiswa.
9. memupuk kepemimpinanmoral dan dukungan jangka-panjang terhadap inisiatif pendidikan karakter.
10. melibatkan keluarga dananggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter.
11. menilai karakterkampus , fungsi staf kampus sebagai pendidik karakter , dan memperluas kesempatanpara mahasiswa untuk menampilkan karakter yang baik.
Efektivitasimplementasi program juga dipengaruhi oleh bagaimana strategi-strategipembelajarannya dilakukan. Ada beberapamodel dan strategi pembelajaran pendidikan karakter yang dapat dipergunkan ,antara lain:
1. Consensusbuilding (Berkowitz , Lickona)
2. Cooperativelearning (Lickona , Watson , DeVries , Berkowitz)
3.Literature (Watson , DeVries , Lickona)
4. Conflictresolution (Lickona , Watson , DeVries , Ryan)
5. Discussingand Engaging students in moral reasoning.
6. Servicelearning (Watson , Ryan , Lickona , Berkowitz) (Williams , 2000: 37)
Di luar model pembelajaran karakter tersebut ,ada beberapa model penting lainnya sehingga pendidikan karakter dapat efektif.Mengikuti Halstead dan Taylor (2000) , pertama , adalah pendidikan karakter melalui kehidupan sekolah/kampus;Visi-misi sekolah/kampus; teladan guru/dosen , dan penegakan aturan-aturan dandisiplin. Model ini menekankan pentingnya dibangun kultur sekolah/kampusyang kondusif untuk penciptaan iklimmoral yang diperlukan sebagai directinstruction , dengan melibatkan semua komponen penyelenggara pendidikan. Inisebenarnya mirip dengan kesebelas instrumen efektivitas pendidikan karakteryang dirumuskan oleh Character Education Partnership (2003) di atas.
Kedua ,penggunaan metode di dalam pembelajaran itu sendiri. Metode-metode yang dapatditerapkan antara lain dengan problemsolving , cooperative learning dan experience-based projects yangdiintegrasikan melalui pembelajaran tematik dan diskusi untuk menempatkannilai-nilai kebajika ke dalam praktek kehidupan , sebagai sebuah pengajaranbersifat formal (Halstead dan Taylor ,2000: 181). Metode bercerita , CollectiveWorship (Beribadah secara Berjamaah) ,Circle Time (Waktu lingkaran) , Cerita Pengalaman Perorangan , Mediasi TemanSebaya , atau pun Falsafah untuk Anak (Philosophyfor Children) dapat digunakan sebagai alternatif pendidikan karakter(Halstead dan Taylor ,2000)
E. Pendidikan Karakter di FISE UNY
1. Profil ”Insan Cendekia , Mandiri , dan Bernurani”
”Insan Cendekia , Mandiri , dan Bernurani” sebagaimana profil civitas akademika diUniversitas Negeri Yogyakarta , menggambarkan bahwa karakter yang demikianmenjadi common platform dan “kehendak bersama” setiap civitas akademika , terutama dosen danpimpinan universitas. Program-program pelatihan ESQ sebagai bagian dari upayamembentuk ”Insan Cendekia , Mandiri , dan Bernurani” bagi mahasiswa (baru)dan juga dosen serta karyawan merupakan sesuatu yang penting sebagai satubentuk penyadaran , namun perlu dikritisi efektivitasnya untuk membentukkarakter yang diharapkan.
2. Perdebatan
- Pendidikan karakter bersifat eksklusif untuk nomenklatur mata kajian tertentu yang sejenis (seperti Pendidikan Agama , pendidikan Pancasila) ataupun di program studi tertentu (seperti Dasar-dasar Pendidikan Moral maupun Etika di Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan) di Universitas negeri Yogyakarta.
b. Pengajuan nama Pendidikan Karaktercenderung politis(tergantung siapa yang memimpin di Fakultas atau Universitas) , sehingga ketikapergantian rejim mata kajian ini pun khawatir akan turutserta tergusur.
c. Pembentukan karakter lulusan menjaditanggung jawab setiap pendidik (dosen) , dengan demikian tidak ada alasan bahwakewajiban membentuk karakter lulusan hanya ditimpakan kepada dosen mata kuliahtertentu atau program studi tertentu pula. Setiap dosen memiliki kewajibantidak hanya membentuk kompetensi di bidang penguasaan akademik maupun teknik ,tetapi juga kepribadian (sikap , internalisasi nilai-nilai).
d. Dengan demikian , Pendidikan Karaktersebagai nama mata kuliah sendiri selain akan menyita beban SKS tersendiri , jugamenjadi overlapping denganmata-mata kuliah serumpun yang sebenarnya dapat dioptimalkan kinerjanya untukmembentuk karakter lulusan yang diharapkan.
3.Catatan Pengalaman
- Pembentukan karakter warga negara melalui sejumlah penataran (P4) di masa lampau oleh sebagian besar kalangan dianggap gagal , karena dalam prakteknya cenderung indoktrinatif , membangun “kesetiaan semu” untuk mendukung rejim kekuasaan yang ada , minimnya keteladanan , kurang membangun pembelajaran yang bermakna (meaningful learning).
b. Pendidikan karakter merupakan pendidikansepanjang hayat , sehingga ada mata rantai mulai dari lingkungan keluarga ,masyarakat dan sekolah (kampus). Ada kesan bahwa pembentukan kepribadiansemata-mata tanggung jawab lembaga pendidikan formal.
c. Sebagai arena pendidikan , perguruan tinggi terkesan semata-matamembangun kompetensi akademik atau profesi semata , yang melulu menggiring calonlulusan kepada penguasaan pengetahuan dan/atau keahlian teknis yang spesifik ,sehingga bagaimana pembentukan nilai/kepribadian untuk proses penguasaan pengetahuan dankeahlian itu dicapai relatif sering diabaikan. Tidak jarang penilaianterhadap Indeks Prestasi Akademik yangtinggi dari seorang lulusan , bukanlah satu jaminan bahwa individu tersebutmenggambarkan kinerja yang sesungguhnya. Kejujuran ilmiah akan mempertanyakan praktik-praktikplagiasi karya ilmiah untuk pengerjaan tugas mata kuliah atau kecuranganmengerjakan soal-soal ujian semester (ngepek , mencontek) , sebagai missal.
4. Pendidikan Karakter di FISE UNY
- Pada Semester Gasal Tahun Akademik 2009/2010 FISE UNY memperkenalkan mata kuliah Pendidikan Karakter sebagai mata kuliah fakultas untuk setiap program studi di FISE UNY dengan bobot beban studi 2 SKS. Pendidikan Karakter secara efektif diberlakukan mulai Semester Gasal 2010/2011 di FISE UNY. Sosok Pendidikan Karakter kini diterjemahkan sebagai program Kurikuler wajib di seluruh program studi di FISE UNY.
- Tidak adil jika program akademik pendidikan karakter baru dijalankan , ternyata dihakimi dengan berbagai wacana dan komentar. Tetapi sangatlah berbahaya dan tidak produktif untuk pencapaian misi dan visi serta tujuan masing-masing program studi jika Pendidikan Karakter ini tidak disiapkan secara berkelanjutan sehingga tidak terjebak kepada aspek teknis instrumentalis , tetapi di masa depan agar diarahkan sebagai program aksi yang bersifat kurikuler.
- Pendidikan Karakter di setiap prodi telah memiliki standar minimum untuk tujuan , materi kajian , bahan pustaka/referensi , instrumen penilaian , dan tenaga pengajarnya dalam sebuah buku panduan yang dibuat oleh Tim di tingkat FISE. Asumsinya ialah bahwa pendidikan karakter ini baik tujuan , materi maupun instrumen penilaiannya agar tidak overlaping dan/atau merebut wilayah kajian mata kuliah lainnya baik yang serumpun yang ditawarkan di tingkat univesitas (seperti kelompok matakuliah pengembangan kepribadian maupun mata kuliah pembentukan kompetensi profesi) ataupun mata kuliah yang dikembangkan di program studi (seperti di Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan).
F. Penutup
Sebagai ”proyek besar ,” PendidikanKarakter di FISE UNY perlu pendalaman dan penguatan untuk mencapai tujuanesensial dari pendidikan karakter itu sendiri. Sebagai salah satu pelaku dalamprogram pendidikan karakter di FISE UNY , pemakalah ini bersama anggota Tim Teaching (Dr. Marzuki) berusaha taatasas dengan pedoman dan silabus serta media pembelajaran pendidikan karakteryang disepakati Tim Pendidikan Karakter FISE UNY. Dalam praktek , ada beberapa ”penyimpangan” oleh pemakalah ketikamenyajikan program pendidikan karakter untuk menghindari semacam ”kejenuhanritual-ritual” menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya , atau pembelajarannilai moral sebatas di ruang kelas atau sekadar pertunjukkan sekuel film atauiklan tentang perilaku baik dan tidak baik semata.
Sampai sekarang belum jelas bagaimanatujuan pendidikan karakter di FISE UNY dapat dinilai berhasil dan efektifmembentuk karakter ideal. Namun , dari pengamatan selama hampir satu semesterkepada mahasiswa semester III FISE UNY , ada perilaku-perilaku yang diharapkan ,telah muncul di antara para mahasiswa. Minimal , dalam hal berpakaian danberinteraksi sudah menampakkan indikasi bahwa peserta Pendidikan Karaktermendekati indikator ”berkarakter baik.”
Dengan demikian , perlu pendalamankonsep (secara filosofis ataupun teoritis) mengenai arti penting pendidikankarakter , serta metodologi dan instrumen efektivitas pendidikan karakter sertakeberlanjutannya di masa depan. Minimal , pasca-pendidikan karakter para peserta masih konsisten untuk berperilakusebagaimana harapan dari kampus Cendekia , Bernurani dan Mandiri. Di sisi lain , PendidikanKarakter diharapkan dapat menjadi penguatkajian-kajian mata kuliah pengembangan kepribadian yang telah ada , sehinggaharapan agar lulusan FISE UNY memiliki karakter yang baik betul-betul menjadimotivasi bagi tiap-tiap program studi untuk mengembangkannya sebagai indentiaskepribadian mahasiswa dan alumninya. Dalam jangka panjang , perlu jugadipikirkan agar pendidikan karakter tidak lagi sebagai sebuah program kurikuleryang menjadi bagian SKS untuk syarat kelulusan sebagai seseorang yang telahmenempuh Program Sarjana , tetapi pendidikan karakter sebagai program aksi yangdibangun melalui kultur karakter kampus yang sejalan dengan visi dan misipendidikan di FISE UNY.
Kampus Karangmalang , 14 Januari 2011
Pengakuan
Makalah ini merupakan perbaikan dari pengembangan gagasan-gagasandan pengalaman pendidikan karakter sebagaimana telah disajikan dalam LokakaryaPendidikan Karakter FISE UNY (Juli 2009) dan Seminar Nasional Mahasiswa di UINSunan Kalijaga (Oktober 2010). Seluruhpertanggungjawaban materi makalah ini berada pada penulis.
Daftar Bacaan
Berkowitz , Marvin W. dan Bier , Mellinda C.(2005). What Works in Character Education: A Research-driven Guidefor Educators. Washington :Character Education Partnership
CharacterEducation Partnership. (2003). Character Education Quality Standards. Washington : CharacterEducation Partnership
Cholisin.(2004). “Konsolidasi Demokrasi Melalui Pengembangan Karakter Kewarganegaraan ,”Jurnal Civics , Vol. 1 , No. 1 , Juni , pp. 14-28
CurriculumCorporation. (2003). The Values EducationStudy: Final Report. Victoria :Australian Government Dept. of Education , Science and Training.
Halstead ,J. Mark dan Taylor ,Monica J. (2000). “Learning and Teaching about Values: A Review of RecentResearch.” Cambridge Journal of Education. Vol. 30 No.2 , pp. 169-202.
Kerr , D. (1999).“Citizenship Education in the Curriculum: An International Review ,” TheSchool Field. Vol. 10 , No. 3-4
Kirschenbaum ,Howard. (2000).”From Values Clarification to Character Education: A PersonalJourney.” The Journal of Humanistic Counseling , Education and Development.Vol. 39 , No. 1 , September , pp. 4-20
Lickona ,Thomas. (1991). Educating for Character: How Our schools can teach respectand responsibility. New York :Bantam Books
Samsuri.(2004). “Civic Virtues dalam Pendidikan Moral danKewarganegaraan di Indonesia Era Orde Baru” JurnalCivics , Vol. 1 , No. 2 , Desember.
Samsuri.(2007). “CivicEducation BerbasisPendidikan Moral di China.” Acta Civicus , Vol. 1 No. 1 , Oktober.
Undang-UndangRepublik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Williams ,Mary M. (2000). “Models of Character Education: Perspectives and DevelopmentalIssues.” The Journal of Humanistic Counseling , Education and Development.Vol. 39 , No. 1 , September , pp. 32-40
0 Response to "MATERI ILMU SOSIOLOGI TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER | TEORI PENDIDIKAN"
Post a Comment